Sabtu, 15 Januari 2011

Lobang Mbah Soero, Wisata Tambang di Sawahlunto

Oleh: Maghriza Novita Syahti


Lobang Mbah Soero, Wisata Tambang di Sawahlunto:
Berkunjung ke kota Sawahlunto, tentu kurang lengkap rasanya jika tidak menjelajahi objek wisata sejarah yang ada di kota tersebut. Banyak julukan untuk kota Sawahlunto. Sebut saja, kota arang, kota tambang, Belanda kecil, dan lainnya.

Salah satu objek yang patut dikunjungi adalah Lobang Tambang Mbah Soero dan Info Box-Galeri Tambang. Info Box terletak di kawasan Tangsi Baru. Bangunan ini oleh Pemda Kota Sawahlunto direkomendasikan sebagai Pusat Informasi sejarah tambang batubara Kota Sawahlunto.


Mulanya, Info Box adalah sebagai tempat stock field (penumpukan batubara) yang digali dari Lobang Tambang Batubara Mbah Soero. Tahun 1947 pada lokasi ini dibangun Gedung Pertemuan Buruh (GPB). Gedung ini berfungsi sebagai tempat hiburan sekaligus tempat bermain judi bagi para buruh pekerja tambang yang tinggal di sekitar kawasan Tanah Lapang dan Air Dingin, di sinilah para buruh tambang menghamburkan uangnya setelah mereka menerima upah.

Sedangkan, Lobang Tambang Mbah Soero dulunya dinamakan Lubang Soegar. Lubang ini merupakan lubang pertama di kawasan Soegar yang dibuka oleh Kolonial Belanda pada tahun 1898. Pada lubang ini terdapat kandungan batubara yang paling bagus (Kalori 7000) dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, seperti Sungai Durian, Sigalut, Parambahan dan Tanah Hitam. Hal ini disebabkan karena kawasan Soegar terletak dilapisan patahan paling bawah dari permukaan Bumi.


Untuk membuka lubang ini, Belanda mendatangkan buruh paksa dari berbagai penjara di nusantara, seperti Medan, Jawa, Sulawesi dan Padang. Mereka dibawa dengan kapal melalui Pelabuhan Emmahaven sekarang Teluk Bayur dan selanjutnya menggunakan transportasi kereta api dari Pelabuhan Emmahaven menuju Sawahlunto.

Sesampainya para buruh ini di Sawahlunto, mereka langsung dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa (orang rantai). Mereka dipekerjakan membuka lobang tambang Soegar dengan posisi kaki dirantai, makan seadanya dan menerima upah sangat kecil. Namun, tenaga mereka dikuras habis untuk menyelesaikan konstruksi lobang tambang.


Pada awal abad ke-20, orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa, salah satunya Mbah Soero, ia diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya. Ia ditugaskan untuk mengawal penambang di lobang Soegar ini. Dalam kesehariannya ia dikenal sangat rajin bekerja, berperilaku baik dan taat beribadah.

Selanjutnya lobang ini ditutup pada tahun 1920-an, karena adanya perembesan air dari Batang Lunto dan kadar gas methan yang terus meningkat . Kemudian pada tahun 2007, sesuai dengan visi dan misi Kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang yang berbudaya, maka objek bekas tambang kembali dibenahi, salah satunya yaitu Lobang Soegar. Untuk penghargaan kepada mandor Mbah Soero, yang dianggap sebagai pahlawan pekerja dimasa buruh paksa (orang rantai), maka Lobang Soegar ini lebih populer ditengah masyarakat Sawahlunto dengan sebutan Lobang Tambang Mbah Soero.


Objek wisata sejarah ini dibuka pada hari Selasa hingga Minggu mulai pukul 8.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Untuk masuk objek wisata ini, kita harus membayar karcis masuk seharga R- 8.000 per orang.


Untuk memasuki lobang tambang Mbah Soero harus mematuhi prosedur dan ketentuan yang tidak boleh dilanggar, mengingat pengalaman yang tidak diingini sering terjadi jika kita melanggarnya, seperti: menitipkan barang bawaan apa saja termasuk alas kaki, sandal dan sepatu, menggunakan alat pengaman/ safety yang disediakan sepatu, helm dan kostum, masuk lobang tambang minimal sebanyak 20 orang/ rombongan, jika masuk mulai dari pintu lobang utama (LBU) dan keluar melalui lobang vetilasi udara, dan selama berada di dalam lobang tambang pengunjung dilarang menyentuh material lobang tambang, mengambil material batubara, jangan memisahkan diri dari pemandu/ guide dalam rombongan, kemudian buang air besar dan kecil, serta jangan berbicara atau mengeluarkan kata-kata kotor.


Untuk menuju objek ini, kita dapat menggunakan transportasi berupa travel rute Padang-Sawahlunto seharga Rp 30.000. Untuk berkeliling kota Sawahlunto, kita dapat menyewa sepeda motor atau pun sepeda kayuh. (*)

fr.
http://www.inioke.com

Dunia Lain di Lobang Tambang Mbah Soero, Sawahlunto

Dunia Lain di Lobang Tambang Mbah Soero, Sawahlunto

Ombilin dan Sawahlunto adalah dua nama tempat yang familiar di ingatan saya. Sejak kecil, saya sudah mengenal keduanya sebagai salah satu tempat penghasil batubara terbaik di Indonesia. Di sanalah Belanda membangun pertambangan batubara dan memekerjakan ratusan ribu pekerja kasar dari berbagai tempat di negeri ini. Sisa-sisa cerita sejarah penambangan batubara dan peninggalan jaman Kolonial Belanda bisa dinikmati di kota tua yang cantik dan antik ini.

Sejumlah bangunan kuno yang tersisa dari jaman Belanda masih terpelihara dan sebagian difungsikan menjadi objek wisata. Sebutlah Stasiun Kereta Api yang kini berubah menjadi Museum Kereta Api kedua di Indonesia. Selain itu, ada juga Goedang Ransoem dan Silo yang dulu digunakan sebagai pendukung aktivitas pertambangan batubara di sana.

Lobang Tambang Soero

Sepatu & Topi Tambang yg Wajib Dipakai

Salah satu objek wisata yang menarik perhatian kami adalah Lobang Tambang Mbah Soero yang terletak di Jl Muhammad Yazid, Lembah Segar, Kota Sawahlunto. Lobang Tambang Mbah Soero bersebelahan dengan Galeri Info Box yang menyajikan informasi sejarah pertambangan batubara di Sawahlunto. Lobang Tambang Mbah Soero ini dulunya lobang tambang batubara pertama di patahan Soegar dengan Mbah Soerono sebagai mandornya. Aslinya bernama Lobang Tambang Soegar, namun masyarakat menyebutnya sebagai Lobang Tambang Mbah Soero karena segan padanya.

Lobang tambang ini digali pada tahun 1898 dan digunakan hingga tahun 1930. Lobang ini kemudian ditutup karena naiknya permukaan air dari Batang (Sungai) Lunto. Selama lebih dari 70 tahun, lobang ini dipenuhi air, terabaikan dan semakin tertutup oleh pemukiman warga yang kemudian tumbuh di sekelilingnya. Barulah pada tahun 2007, pemerintah setempat memutuskan untuk membukanya sebagai objek wisata tambang Sawahlunto.

Membuka lobang tambang tersebut untuk umum bukan perkara mudah. Perlu waktu 22 hari untuk memompa air keluar dari lobang yang panjangnya . Selain itu, dibangunlah tangga dan penerangan untuk memudahkan pengunjung. Saluran ventilasi berupa pipa udara juga tersedia untuk menyediakan udara segar agar tak pengap ketika berada di dalamnya. Sekarang Lobang Tambang Mbah Soero tertata cukup rapi, siap dikunjungi para peminat wisata sejarah.

Salah satu lorong dalam lobang tambang

Suasana dalam lobang tambang

Cerita “Dunia Lain” di Dalam Tambang

Kami diharuskan memakai pakaian sepatu boot dan topi tambang yang tersedia sebelum memasuki lobang. Selain untuk alasan keamanan, hal ini menarik karena seakan-akan kami menjadi pekerja tambang beneran. Kami juga diijinkan untuk berfoto di dalam tambang yang masih mengandung batubara itu.

Kandungan batubara di lobang tambang memang masih tinggi. Emas hitam itu masih bisa dilihat di berbagai bagian di lobang tambang. Saya pun sempat memegangnya. Konon masih tersedia ratusan ribu ton di lobang tambang itu. Namun Pemerintah Sawahlunto memutuskan untuk tidak menambangnya dan memeliharanya sebagai objek wisata. Selain itu, untuk alasan keamanan pemukiman yang berada di atasnya.

Batubara di dinding tambang

Monumen Orang Rantai

Willizon (53), akrab dipanggil Pak Win, adalah guide kami siang itu. Sebelum memasuki lobang, bapak tua humoris ini menyampaikan beberapa petunjuk yang harus diikuti, diantaranya adalah larangan mengumpat dan sok-sokan ingin melihat penampakan. Mengenai hal ini, Pak Win menceritakan sebab-sebabnya kemudian.

Selama berjalan di dalam lobang tambang, Pak Win bercerita tentang sejarah lobang tambang. Batubara Sawahlunto ditambang dengan memekerjakan “orang rantai” yang berasal dari berbagai bagian dari Indonesia, seperti Medan, Jawa, Madura dan Sulawesi. Mereka bekerja dengan rantai terikat pada kakinya sehingga tidak bisa melarikan diri. Sebagian dari mereka adalah para terhukum di daerah asalnya karena dulunya pernah merampok, mencuri atau memberontak. Bayangkan betapa tersiksanya hidup di bawah tanah dengan tekanan dari tentara Belanda. Apalagi ditambah dengan adanya kejadian perkelahian atas etnis atau yang dipaksa menjadi nanak jawi (homoseksual). Sebagian dari mereka pun kemudian berkelahi sampai diantaranya terbunuh.

Pada saat renovasi tambang untuk dibuat objek wisata, ditemukan sejumlah potongan tubuh manusia yang sudah menghitam seperti batubara. Beberapa darinya lalu dimakamkan, namun sebagian besar tengkorak dibiarkan tetap di tempatnya dan tidak digali lebih dalam. Setelah mendengar cerita ini, sontak saya dan Uni Miya (guide kami) meminta Pak Win meneruskan ceritanya di luar tambang.

Pak Win kemudian menceritakan beberapa kisah. Saat renovasi, sejumlah pekerja mendengar suara gamelan dan saron di lobang tambang. Pernah seorang pengunjung menyampaikan kekagumannya pada Pak Win karena di dalam lobang dia disambut beberapa orang Jawa dengan penuh senyuman. Padahal tidak ada orang Jawa di dalam sana. Di lain kesempatan, seorang pengunjung wanita menangis tanpa henti di dalam lubang karena mendapat penglihatan penyiksaan orang rantai di masa lalu. Menyeramkan sekaligus membuat miris. Beberapa kejadian misterius lainnya kemudian memunculkan beberapa panduan untuk pengunjung, misalnya: permisi sebelum masuk dan larangan berkata kasar di dalamnya.

Lobang tambang ini menjadi saksi sejarah pedih para pendahulu kita sekaligus menunjukkan betapa kayanya alam Indonesia. Batubara kualitas terbaik menjadi kebanggaan kita sekaligus menjadi penarik bangsa asing untuk datang dan mengambilnya. Sejarah yang pedih untuk dikenang namun menjadikan kita belajar banyak hal tentang menjaga potensi yang kita miliki.

fr.

http://travel.nonadita.com



0 komentar:

Posting Komentar