Kamis, 19 Juli 2012

Kapan Jatuhnya Ramadhan dan Syawal 1433 H/ 2012 M?

terlepas dari (kemungkinan) perbedaan (tapi sudah pasti) penetapan 1 Ramadhan tahun ini, kenapa slalu berbeda karena "Akar dari perbedaan pendapat tersebut terutama disebabkan oleh adanya perbedaan kriteria penentuan awal bulan di kalangan umat Islam itu sendiri." NAMUN semua berhak SUJUD kembali ke fitrah......


Posted on Juli 5, 2012 by vandalismeintelektual

Sehubungan dengan semakin dekatnya Ramadhan dan Syawal 1433 H, dan karena banyak sekali pertanyaan seputar kapan mulainya awal bulan-bulan tersebut, saya memutuskan untuk menyampaikan ulasan mengenai kemungkinan awal bulan Ramadhan dan Syawal 1433 H/ 2012 M.

Sebelumnya, saya ingin menyampaikan bahwa kemungkinan besar, saya ulangi lagi, kemungkinan BESAR awal Ramadhan 1433 H bagi kaum muslimin khususnya di Indonesia akan terbagi menjadi dua. Hal ini sebenarnya sudah dimaklumi oleh hampir semua orang. Tapi, kali ini perbedaan pendapat tersebut dirasa akan sangat sulit diicari titik temunya. Akar dari perbedaan pendapat tersebut terutama disebabkan oleh adanya perbedaan kriteria penentuan awal bulan di kalangan umat Islam itu sendiri. Namun, di sini saya lebih fokus pada penjelasan mengenai aspek empiris mengenai visibilitas hilal yang terjadi pada saat awal Ramadhan dan awal Syawal. Jangan berharap bahwa saya akan memberikan informasi/fatwa kapan pastinya awal Ramadhan dan Syawal karena saya tidak berhak memutuskannya. Baiklah, saya akan menjelaskannya untuk masing-masing bulan. Namun, sebelumnya saya ingin memberikan penjelasan awal mengenai tanda-tanda umum pergantian bulan dalam kalender hijriyah agar pembaca memahami konteksnya.

Kaidah Umum Penentuan Awal Bulan Hijriyah
Dalam penentuan awal bulan hijriyah, ada beberapa tanda yang harus diperhatikan. Berikut ini beberapa kaidah dan kriteria yang umum digunakan dalam menetapkan awal bulan hijriyah (ijtima’ qoblal ghurub/ konjungsi sebelum tenggelamnya Matahari). Penjelasan di sini akan disampaikan secara sederhana dan tidak detail demi mempermudah pemahaman pembaca.
1. Konjungsi (Ijtima’)
keadaan di mana Bumi – Bulan -  Matahari berada pada satu garis lurus sehingga Bulan sama sekali tidak tampak dari Bumi karena bagian Bulan yang tersinari cahaya Matahari membelakangi Bumi. Konjungsi terjadi satu bulan sekali atau lebih tepatnya terjadi dalam waktu 29,5 hari atau dikenal sebagai periode sinodis. Konjungsi dapat terjadi kapan saja, dalam arti bisa terjadi saat siang, malam, sore, atau pagi hari.
Image
Gambar 1. Sketsa sederhana saat fase konjungsi terjadi. Bagian Bulan yang menghadap Bumi tidak menerima cahaya Matahari sama sekali. Jika saat konjungsi terjadi, posisi Bumi, Bulan dan Matahari berada pada bidang ekliptika (bidang edar Bumi) maka akan terjadi gerhana Matahari, tetapi ini tidak selalu terjadi setiap bulan.

2. Terbenamnya Matahari dan Bulan
Penentuan awal bulan sangat ditentukan oleh waktu terbenamnya Matahari dan Bulan. Matahari dinyatakan tenggelam saat Matahari sudah sepenuhnya berada di bawah horizon atau garis cakrawala. Begitu juga dengan makna tenggelamnya Bulan. Waktu tenggelamnya Matahari dikenal sebagai maghrib. Pada saat maghrib terjadi, ada kalanya Bulan belum tenggelam. Artinya, Bulan masih berada di atas horizon. Jika saat Matahari telah tenggelam, tetapi Bulan belum tenggelam, maka kita kemungkinan dapat melihat Bulan karena sinar Matahari sudah redup sehingga cahaya Bulan bisa tampak oleh mata kita. Awal bulan hijriyah terjadi jika Matahari tenggelam lebih dahulu daripada Bulan.
Image
Gambar 2. Matahari sudah tenggelam dan Bulan belum tenggelam.

3. Pergantian hari saat maghrib
Berbeda dengan hari dalam kalender syamsiah yang berganti setiap pukul 12 malam, dalam penanggalan hijriyah, hari (tanggal) berganti saat Matahari tenggelam (maghrib). Misalnya saat ini tanggal 15 Sya’ban hari Kamis, berarti saat Matahari tenggelam sore hari nanti itu sudah masuk tanggal 16 Sya’ban hari Jum’at.

4. Konjungsi terjadi sebelum Matahari tenggelam
Seperti telah dinyatakan dalam poin 1, konjungsi dapat terjadi kapan saja, bisa siang, malam, pagi, sore, atau kapanpun. Nah, syarat masuknya awal bulan adalah ketika konjungsi terjadi sebelum Matahari (dan Bulan tentunya) tenggelam. Contoh, bila konjungsi terjadi pukul 19.00, maka pada saat Matahari tenggelam (misalnya pukul 18.00) berarti itu belum bisa dinyatakan sebagai pergantian awal bulan karena Matahari tenggelam lebih dulu terjadi sebelum konjungsi. Dalam kasus ini, berarti awal bulan akan dimulai (kemungkinan) pada saat Matahari tenggelam keesokan harinya. Selisih waktu antara konjungsi dan saat Matahari tenggelam tersebut dinamakan sebagai umur Bulan. Sekali lagi, jangan lupakan juga poin nomor 2 yakni Bulan tenggelam setelah Matahari tenggelam.

Perhatikan contoh berikut:
Misalkan, suatu konjungsi terjadi pada pukul 07.00. Pada hari itu, Matahari tenggelam pada pukul 18.00, sedangkan Bulan tenggelam pada pukul 18.30. Berarti, pada saat maghrib (Matahari tenggelam), umur bulan adalah 18.00 – 07.00 = 11 jam. Pada saat itu, Bulan tentu masih berada di atas horizon karena memang tenggelamnya lebih belakang dari Matahari. Saat Matahari tenggelam, Bulan berada di atas horizon dengan ketinggian tertentu. Ketinggian Bulan di atas horizon itu dinamakan sebagai ketinggian Bulan yang biasanya dinyatakan dalam derajat. Misalkan, saat itu Bulan memiliki ketinggian 4 derajat. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut yang menjelaskan keadaan yang telah diterangkan sebelumnya.
Image
Gambar 3. Saat-saat penting yang diamati dalam penentuan awal bulan. Contohnya, saat Matahari tenggelam, Bulan berada di atas horizon dengan ketinggian 4 derajat dan umur bulan 11 jam.

Jika misalkan kondisi pada gambar 3 telah terpenuhi, maka saat maghrib itu (kemungkinan) sudah bisa dinyatakan sebagai masuk bulan baru. Mengapa masih ada kata kemungkinan? Karena syarat atau kriteria yang diyakini oleh sebagian orang adalah keadaan tersebut hanya dapat ditetapkan sebagai awal bulan jika Bulan (hilal) dapat dilihat dengan mata telanjang.

Saya akan bertanya kepada Anda, apakah jika kondisi pada gambar 3 itu terpenuhi, Bulan (dalam bahasa Arab disebut hilal) dapat dilihat dengan mata telanjang? Jawabannya, belum tentu. Ada beberapa kemungkinan. Pertama, hilal (Bulan) bisa saja tidak terlihat karena ketinggiannya masih terlalu rendah dari horizon sehingga sulit dilihat. Kedua, jaraknya dari Matahari terlalu dekat sehingga cahaya Bulan masih kalah kuat dibandingkan sinar Matahari yang tampak sebagai mega. Ketiga, ada banyak awan di atas horizon sehingga Bulan (hilal) tidak tampak.
Lalu, bagaimana kemudian? Itulah permasalahan yang menjadi polemik hingga hari ini. Apakah memang untuk menentukan awal bulan baru harus ada kriteria terlihatnya Bulan ataukah cukup kita mengetahui dengan ilmu falaq/astronomi bahwa perhitungan/kalkulasi (hisab) sudah mengetahui jika hilal di atas horizon (ufuk) saat Matahari tengelam? Saya tidak akan membahasnya panjang lebar di sini karena akan bisa diulas sendiri dalam satu buku besar yang perlu waktu satu bulan penuh untuk menyusunnya. Silahkan Anda baca-baca buku sendiri yang berkaitan dengan itu.

Yang pasti, umur hilal (Bulan) di setiap tempat berbeda-beda bergantung pada lintang-bujur dan lain-lain. Artinya, mungkin di suatu tempat di Indonesia keadaan seperti gambar 3 terpenuhi, tetapi di Arab Saudi sana keadaannya saat Matahari tenggelam beda lagi. Itu sudah menjadi hal yang pasti dalam alam ini. Kita tidak bisa menyamakan keadaan suatu tempat dengan tempat lainnya, apalagi jika jaraknya sangat jauh. Untuk wilayah Indonesia, keadaan penampakan (visibilitas) hilal relatif serupa antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Sebagai referensi dalam ulasan ini, saya gunakan Jakarta sebagai titik perhitungan karena alasan sederhana, yakni Jakarta adalah ibukota negara. Dalam perhitungan berikutnya, saya menggunakan perangkat lunak Accurate Times 5.1 yang dibuat oleh Muhammad Odeh dari Yordania. Perhitungan ini anggap saja taken for granted (benar semua) karena kalaupun ada kesalahan maka insya Allah errornya tidak signifikan sehingga sampai berbeda jauh dengan kenyataan aslinya nanti.

Ramadhan 1433 H
Accurate Times menghitung bahwa konjungsi (ijtima’) pada awal Ramadhan 1433 H terjadi pada tanggal 19 Juli 2012 pukul 11.10 WIB. Matahari tenggelam pada pukul 17.53 WIB dan Bulan tenggelam pada pukul 18.01 WIB. Artinya, umur bulan saat Matahari tenggelam adalah 6 jam 43 menit. Ketinggian Bulan pada saat itu adalah  1 derajat 52 menit busur.

Berdasarkan pengalaman, hilal (Bulan) dengan ketinggian yang sangat rendah seperti itu dan umur bulan yang hanya 6 jam 43 menit akan sangat-sangat sulit diamati. Memang bukan mustahil karena memang Bulan masih berada di atas horizon, tetapi bisa dikatakan itu tidak mungkin dilakukan oleh mata orang normal. Mungkin jika yang melihatnya superman atau manusia sakti mandraguna bisa dilakukan. Namun, saya cukup yakin untuk mengatakan bahwa hilal akan sangat sulit terlihat pada saat maghrib tanggal 19 Juli.
Image
Gambar 4. Visibilitas hilal (kemungkinan penampakan Bulan) pada tanggal 19 Juli 2012 di seluruh dunia. Wilayah Indonesia masuk ke dalam kategori tidak mungkin dilihat (not possible) sama seperti Saudi, wilayah Asia Timur dan Utara termasuk Eropa bahkan masuk kategori mustahil (impossible). Hilal hanya dapat dilihat pada daerah Amerika Selatan dan Samudera Pasifik.

Menurut Kanjeng Nabi SAW, jika hilal tidak terlihat, maka jumlah hari dalam suatu bulan harus digenapkan menjadi 30 hari. Artinya, awal Ramadhan baru akan masuk pada saat maghrib keesokan harinya yaitu tanggal 20 Juli 2012. Pada saat itu, umur bulan sudah mencapai 30 jam 43 menit dan ketinggiannya mencapai 12 derajat 48 menit busur. Keadaan itu sudah lebih dari cukup untuk menyaksikan Bulan saat matahari tenggelam. Berarti, maghrib tanggal 20 Juli akan masuk awal Ramadhan sehingga malam harinya sudah taraweh dan tanggal 21 Juli akan mulai puasa. Namun, ini menurut anggapan orang yang meyakini bahwa penetapan awal bulan harus menyaratkan terlihatnya hilal (Bulan).

Bagaimana dengan yang menganggap terlihatnya hilal bukan sebagai persyaratan untuk penetapan awal bulan? Tentu saja mereka tidak perlu menunggu hilal terlihat atau tidak. Yang penting, pada  tanggal 19 Juli 2012 konjungsi terjadi sebelum maghrib dan hilal di atas ufuk. Cukup. Bagi mereka yang beranggapan seperti ini, berarti mereka sudah mulai taraweh saat malam tanggal 19 Juli dan mulai puasa tanggal 20 Juli 2012.

Bagaimana jika di luar negeri mereka sudah mulai berpuasa pada tanggal 20 Juli 2012? Misalkan di Saudi Arabia ada yang mengaku melihat hilal pada tanggal 19 Juli, apakah otomatis seluruh dunia akan masuk ke bulan Ramadhan pada saat itu juga? Bagi para penganut faham ru’yat hilal global, seluruh dunia sudah masuk ke dalam waktu Ramadhan jika di suatu tempat di muka bumi ada yang sudah melihat hilal. Namun, apakah itu bisa diterima? Silahkan lihat peta visibilitas hilal pada Gambar 4 dan pikirkan sendiri jawabannya.

Syawal 1433 H
Keadaan saat Syawal 1433 H lebih menguntungkan dibandingkan saat Ramadhan. Ini dikarenakan umur dan ketinggian hilal sudah relatif cukup mendukung terliatnya hilal sehingga kemungkinan besar tidak ada perbedaan waktu perayaan hari raya. Konjungsi Syawal terjadi pada tanggal 17 Agustus 2012 pukul 23.11 WIB. Karena terjadi pada saat malam (Matahari tanggal 17 Agustus sudah temggelam), berarti hilal dihitung untuk maghrib tanggal 18 Agustus 2012. Pada tanggal 18 Agustus 2012, umur Bulan sudah mencapai 18 jam 43 menit dan ketinggiannya mencapai 6 derajat 40 menit. Umur dan ketinggian hilal diperkirakan akan menunjang besarnya kemungkinan hilal terlihat pada tanggal 18 Agustus 2012 sehingga awal bulan Syawal akan masuk saat maghrib tanggal 18 Agustus. Oleh karena itu, tanggal 19 Agustus 2012 kita akan merayakan Idul Fitri (Lebaran) yang insya Allah akan dirayakan secara serentak di Indonesia dan di seluruh dunia.
Image
Gambar 5. Visibilitas hilal pada tanggal 18 Agustus 2012 yang menandakan masuknya bulan Syawal 1433 H atau 2012 M.

Demikian ulasan mengenai kemungkinan awal Ramadhan dan Syawal 1433 H/ 2012 M. Semoga dapat menambah wawasan dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kawan-kawan semua.

(The Vandalist)


0 komentar:

Posting Komentar